WELLCOME

Wa'alaikum salam.
Selamat Datang

Jangan pernah lewatkan isi-isi artikel yang menarik dalam Blog ini. Kasih saran yang membangun. Sisipkan Komentar Kamu di setiap artikel.
Terima Kasih.
Selamat menbaca........

Rabu, 17 November 2010

MISTERI SUFI DAN AHMAD DHANI

Pada pertengahan tahun 2005 lalu, sekelompok orang di Jakarta mendatangi Polda Metro Jaya. Mereka mengadukan Dhani Ahmad, pentolan grup musik Dewa, karena dianggap telah menyebarkan ajaran Syekh Siti Jenar melalui lirik-lirik lagunya. Tokoh sufi kontroversial ini dihukum mati oleh para pemuka agama yang dikenal sebagai Walisongo.
Lirik yang dipermasalahkan terdapat pada lagu berjudul "Satu" dari album "Laskar Cinta" yang dirilis tahun 2004. Sekelompok orang itu menilai, lirik tersebut sangat kental dengan paham wahdatul wujud (penyatuan antara Sang Khaliq dan makhluk) dari Ibnu Araby. Atau, ajaran Ana al-Haq dari Al-Hallaj yang sering disalahpahamkan banyak orang sebagai pengakuan diri sebagai Tuhan.
Keduanya adalah sufi  besar yang dimusuhi mayoritas kaum muslimin pada zamannya, karena pandangan-pandangannya tentang hubungan Tuhan dan  manusia dianggap nyeleneh. Bahkan, Al-Hallaj dibunuh dengan cara mengenaskan di depan khalayak ramai. Mungkin cara Al-Hallaj dihukum mati, menjadi kematian paling dramatis dalam sejarah kaum sufi.
Lirik lagu "Satu" berbunyi, aku ini adalah dirimu/ cinta ini adalah cintamu/ aku ini adalah dirimu/ jiwa ini adalah jiwamu/rindu ini adalah rindumu/ darah ini adalah darahmu/ tak ada yang lain selain dirimu/ yang selalu kupuja ouo/ kusebut namamu/ di setiap hembusan nafasku/ kusebut namamu/ kusebut namamu/ dengan tanganmu aku menyentuh/ dengan kakimu aku berjalan/ dengan matamu kumemandang/ dengan telingamu kumendengar/ dengan lidahmu aku bicara/ dengan hatimu aku merasa.
Kita tidak tahu apakah "mu" dalam lirik itu "Mu" (Tuhan) atau "mu" manusia. Barangkali sekelompok orang tersebut beranggapan "mu" di situ adalah Tuhan. Karenanya, munculah kesimpulan soal wahdatul wujud itu. Tentu bukan tempatnya di sini untuk membicarakan kesesatan yang dituduhkan pada Dhani.
Yang menarik adalah bagaimana Dhani begitu asyik menggunakan idiom-idiom kesufian dalam banyak lagu yang diciptakannya. Tanpa harus membuat penikmat lagunya merasa kesulitan memahaminya. Karena mungkin, pertama-tama lagu itu dibuat bukan untuk dicerna secara mendalam maknanya. Melainkan bagaimana agar enak didengar.
Ketika Dhani menulis lirik tentang cinta, banyak ungkapan yang sebenarnya menggambarkan cinta  dankerinduan kaum Sufi  untuk bertemu Tuhan. Namun, sepertinya makna lirik yang sebenarnya hanya menjadi keasyikan Dhani menjadi pemahaman secara pribadi. Sementara para penikmat lagunya memahami lirik itu secara lebih cair dan instan.
Misalnya dalam lagu "Pangeran Cinta" dari album "Laskar Cinta" pada reff-nya berbunyi, semua ini pasti akan musnah/ tetapi tidak cintaku padamu/ karena aku sang pangeran cinta. Ungkapan-ungkapan ini akan mudah ditemukan dalam berbagai literatur tentang sufi. Seluruh alam semesta adalah fana (tidak kekal), akan hancur binasa. Yang abadi hanyalah cinta para pencinta (hamba)  dan yang dicintai (Tuhan).
Menyembah Tuhan
Ada lirik lagu lainnya yang sangat sarat dengan pertanyaan mendasar tentang alasan penyembahan manusia kepada Tuhan. Dalam album "Senyawa" Chrisye yang diliris tahun 2004,  Dhani berduet dengan Chrisye melantunkan lagu "Jika Surga dan Neraka tak Pernah Ada". Lirik itu diciptalan Dhani.
Lirik lagunya berbunyi, apakah kita semua benar-benar tulus menyembah pada-Nya/ atau mungkin kita hanya takut pada neraka  dan inginkan surga/ jika surge dan neraka tak pernah ada/ masihkah kau bersujud kepada-Nya/ jika surga  dan neraka tak pernah ada/ masihkah kau menyebut nama-Nya/ bisakah kita semua benar-benar sujud sepenuh hati/ karena sungguh memang Dia/ memang pantas disembah, memang pantas dipuja.
Lirik lagu tersebut mempertanyakan, untuk apa sebenarnya kita beribadah kepada Tuhan? Karena ada iming-iming surga dan ancaman neraka, atau karena memang kita sadar sepenuhnya bahwa memang Dia harus disembah? Bandingkan dengan doa yang dipanjatkan wanita sufi terkenal Rabi'ah Al-Adawiyah asal Irak (wafat 185 H/801 M). Rabi'ah seumur hidupnya tidak pernah menikah.
Rabi'ah dianggap memberi kontribusi besar dalam memperkenalkan cinta Allah ke dalam mistisisme Islam. Dia telah mengajarkan tentang mencintai Tuhan dengan cinta yang murni. Bukan karena didorong harapan atau ditekan rasa takut. Semata-mata karena keindahan Kasih-Nya yang abadi.
Tampaknya, pengaruh dunia sufi bagi Dhani tidak hanya pada lirik lagu yang diciptakannya, tapi juga pada penampilan pendukung atas lagu-lagunya. Pada video klip untuk lagu "Satu" , terdapat tarian pendukung yang tidak lazim dilihat dalam klip musik di Indonesia. Tarian dimaksud adalah tarian kaum darwisy atau kaum Maulawi, kelompok tarekat yang didirikan sufi  Maulana Jalaluddin Rumi di Turki.
Tarian serupa, secara lebih nyata tampil pada saat melengkapi pementasan Dewa di beberapa stasiun televisi swasta. Ketika grup musik ini membawakan lagu "Laskar Cinta chapter one" dan "Laskar Cinta chapter two" dari album terbarunya "Republik Cinta", segera saja tiga lelaki menari berputar-putar hingga lagu selesai.
Para penari itu mengenakan tutup kepala serupa kopiah tapi dengan ukuran yang lebih tinggi. Mereka menggunakan pakaian khas yakni japon darwisy. Lelaki-lelaki itu berputar-putar hingga japon mereka yang berwarna putih mengembang, makin lama membentuk serupa lingkaran. Aslinya, tarian ini tidak sembarangan dipentaskan.
Keterpangaruhan Dhani Ahmad oleh dunia sufi  juga bisa dilihat dari nama ketiga anaknya yaitu Ahmad Al- Ghazali, Ahmad Jalaluddin Rumi,  dan Ahmad Abdul Qodir Jaelani. Semuanya adalah nama-nama besar di dunia sufi   dan sangat dikenal oleh kaum Muslimin.
Al-Ghazali yang lahir tahun 450 H di Iran, adalah ahli tasawuf, alhli fikih, penulis produktif  dan pikiran-pikirannya sangat berpengaruh di kalangan kaum Muslimin. Sedangkan Jalaluddin Rumi yang lahir tahun 1207 M di Iran, adalah sufi  besar yang menuangkan sebagian gagasannya lewat puisi. Akan halnya Abdul Qodir Jaelani, adalah sufi  kelahiran Irak yang wafat tahun 563 H/1166 M). Dialah pendiri tarekat Qodiriyah dan  penganutnya banyak tersebar di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 
Nah, tibalah kita sekarang pada perjalanan Ahmad Dhani selanjutnya: MAIN MATA DENGAN SUFISME. Bau-bau sufi ini pertama kali muncul pada lagu Kuldesak (yang menyoundtracki film dengan judul yang sama). Seingat saya, inilah single yang pertama kali diluncurkan di Indonesia dalam kapasitasnya sebagai lagu single. Ya, sebelumnya (dalam sejarah musik Indonesia versi saya lho ya) tidak pernah sekalipun seorang penyanyi mengeluarkan album yang isinya cuman satu lagu. Baru Ahmad Dhani (yang kali ini di bawah benda Ahmad Dhani & Andra Ramadhan) yang mengeluarkan single dalam bentuk satu kaset + bonus track lagu "Aku Cinta Kau dan Dia" versi piano (jadi pita kasetnya pendek!). Sepertinya ini layak dicatat dalam kitab kecil The Ahmad Dhani Chronicle. Yah, dalam lagu Kuldesak ini, sebagaimana banyak teman saya berpendapat, perenungan sufisme mulai muncul. Oke, rasakan saja liriknya:
Aku bagai buih di laut biru
Tersapu ombak terhempas badai
Aku bagai debu di padang pasir
Terseret angin terbakar panas

Tolonglah Tuhan beri petunjukMu
Jalan yang benar menuju jalanMU
Agar tak tersesat di persimpangan jalan

(Btw, di lagu ini juga pertama kali Dhani kasih sample suara Once buat "direview" para pendengar yang sebagian menanggapi dengan "wah, Dhani featuring Sting" dalam Kuldesak!!!!)

Selanjutnya, aroma surga, neraka, perenungan tentang manusia muncul lagi dalam lagu Elang dan Persembahan Dari Sorga. Lagu pertama terasa gagah tapi well... menurut saya lumayan gampang bikin bosen karena struktur lagunya relatif monoton dan seperti lagunya orang yang kurang mikir penataan musiknya: temponya rata, intro secukupnya, bagian lagu, interlude nggak terlalu wah, dsb. Tapi lirik cukup kuat dan (ingat ini!!!!) KEARILASSOANNYA membuat lagu ini hanya milik Ari Lasso (!!!!!) sengotot apapun Dhani mengklaim diri sebagai penciptanya (Mas Once, sori ya). Oh ya, konon kata "elang" di sini diniatkan untuk memadani burung "phoenix" yang adalah trademarknya kaum darwis.

Sedangkan pada lagu Persembahan Dari Sorga, kerasa sekali kemewahannya (semewah Restoe Bumi dan Arjuna Mencari Cinta): suara Rock Ari Lasso tetap dominan, tempo naik turun dan pada beberapa bagian seperti menguji ketangguhan Ari Lasso, interlude yang minim tapi berkelas (sayang ya... saya kesulitan membahasakan suara heheheh...). Lagu ini seperti didedikasikan kepada Jibril jika diamat-amati. Dan di sini, sama sekali tidak ada yang namanya MAKNA GANDA. Tidak! Ahmad Dhani masih sok bikin lagu kesufi-sufian. Tapi ... tetap saja, it smells sufistic.

Selanjutnya, setelah agak lama rehat karena Ari Lasso sudah dipastikan dikeluarkan dari Dewa19 (ketika itu, seingat saya, Ahmad Dhani belum mengkaryawankan semua personil Dewa--kecuali Andra yang sudah masuk CV. nya Dhani di Ahmad Band!--jadi tidak pantas kalau dibilang Ari Lasso di-PHK), akhirnya Ahmad Dhani dan kawan-kawan muncul lagi dengan nama Dewa (19-nya dibawa Ari Lasso). Tentang keadaan Ari Lasso yang sedang terpuruk secara fisik, mental, dan finansial, bisa dibaca di sini.

Dalam album Bintang Lima ini. Musik Dewa terasa lebih banyak ngepop progressifnya daripada rocknya. Suara Once yang baru muncul pun ternyata jauuuuuuuh kalah ngerock dibandingkan Ari Lasso. Jadi, Dewa album Bintang Lima lebih pantas dibilang kelompok Pop Progressif yang "eksperimen" dengan lagu Rock di beberapa tracknya: ingat kan lagu yang nge-Queen "Cemburu"?

Tapi, di sini kepenggemarsufibaruannya Ahmad Dhani muncul secara terang-terangan untuk yang pertama kalinya. Lihat saja kata-kata Tarikat Naqsabandiah yang muncul di sampul album. Lihat juga terima kasihnya yang nyangkut-nyangkut orang-orang tokoh-tokoh tasawuf. Tapi, secara lagu kayaknya belum banyak aroma nyufinya. Kebanyakan masih cintaaaaaaaaaa mulu! Tapi lirik-liriknya ada yang reflektif dalam (lihat "Cinta adalah ruang dan waktu, datang dan menghilang, semua karunia sang pencipta..." meskipun saya melihat lirik-lirik tidak nyambung dan asal tempel, Anda pasti akan merasakan dampaknya saat mendengarkan musiknya dan desau suara El Fonda, walah). Ditambah lagi, trend buku sufi yang waktu itu menggelora membuat banyak orang yang menghubung-hubungkan "cinta" itu dengan cintanya Rumi kepada Syamsudin Tabriz, atau cintanya Rabiah kepada Allah, (ingat lagi "Kali ini ada pengorbanan!!!!", siapa sih yang berkorban lebih besar dalam cinta ketimbang Rabiah yang membunuh hasratnya akan sorga, mengebiri gairahnya atas seks!)

1 komentar:

kemom mengatakan...

Terima kasih buat ilmunya ... :D

Wassalam

Terima kasih atas kunjungannya. Jangan Lupa untuk meninggalkan Pesan dan Kesan. Kasih coment yach..... Sampai jumpa lagi.